Forum Memaknai Gerakan Politik Aliansi Papandayan

Agustus 29, 2007

Oleh BUDIANA IRMAWAN

Akhir-akhir ini wacana media massa menghiasi respons publik terhadap gerakan politik yang diinisiasi Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia, Partai Sarikat Indonesia, dan Partai Damai Sejahtera yang menamakan diri Aliansi Papandayan.

Ada yang berdecak kagum, tersentak kaget, bahkan ada yang mencibir dan menganggap dagelan politik apa lagi ketika Aliansi Papandayan mendeklarasikan usulan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Jawa Barat kepada Partai Golongan Karya dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan pada pemilihan Gubernur Jawa Barat 2008. Deklarasi Aliansi Papandayan dilakukan pada Januari 2007 di Hotel Papandayan, dilanjutkan dengan kunjungan ke DPD PDI-P Jawa Barat dan DPD Partai Golkar Jawa Barat.

Pascareformasi 1998 telah banyak dihasilkan perubahan berarti, termasuk di dalamnya sistem pemilihan kepala daerah (pilkada). Pilkada sesuai dengan undang-undang saat ini dilakukan secara langsung oleh rakyat walaupun pencalonannya melalui partai politik yang mempunyai kursi signifikan di legislatif (DPRD).

Hal ini sesungguhnya merupakan tuntutan realitas perkembangan politik dari aras sistem otoritarian menuju sistem demokratis. Robert A Dahl (1983) menyatakan bahwa demokrasi adalah sistem yang memberi peluang kepada rakyat sampai tingkat bawah untuk melibatkan diri dalam pembuatan keputusan politik. Dengan pilkada langsung ini rakyat dapat menentukan pilihan politik tanpa diwakili sesuai dengan penilaiannya, apakah si calon kepala daerah mampu mengartikulasi dan mengagregasi kepentingannya atau tidak.

Oleh karena itu, Aliansi Papandayan memandang pemilihan Gubernur Jawa Barat 2008 tidak hanya menjadi momentum politik elite atau oligarki partai, tetapi juga harus menjadi momentum bersama masyarakat Jawa Barat dalam menentukan pemimpinnya di masa mendatang. Berdasarkan pemahaman ini, gerakan politik Aliansi Papandayan mempunyai makna sebagai bentuk pendidikan politik rakyat dan penguatan civil society sehingga ada ruang diskursus intensif dan berkualitas.

Walaupun mekanisme pencalonan oleh partai yang memiliki kursi signifikan atau 15 persen dari 100 anggota DPRD I Jawa Barat, subtansinya partai kecil bahkan masyarakat nonpartisan (independen) semestinya berhak juga berpartisipasi aktif dalam proses pemilihan gubernur ini.

Dua bulan

Jika melihat dari perspektif ketentuan jadwal Komisi Pemilihan Umum, proses efektif kampanye calon tidak lebih dari dua bulan. Dapat dibayangkan, mungkinkah sekitar 20 juta pemilih di Jawa Barat dapat menilai calon-calon tersebut dengan utuh? Jawabannya, jelas tidak. Tidak mungkin masyarakat yang ada di pelosok mengetahui visi dan program-program yang akan ditawarkan, apalagi soal rekam jejak si calon itu sampai detail.

Alih-alih, masyarakat hanya sekadar dimobilisasi saat pencoblosan, mungkin dengan kompensasi ala kadarnya dan janji-janji yang secara politik atau hukum susah dipertanggungjawabkan. Pada titik ini sesungguhnya kecurigaan akan tirani oligarki partai mempunyai dasar.

Cukup beralasan Aliansi Papandayan menyampaikan usulan calon sejak dini jika wacana ini kemudian menjadi perbincangan serius sampai tingkat masyarakat paling bawah. Masyarakat akhirnya memiliki waktu cukup panjang untuk menilai sejauh mana usulan Aliansi Papandayan realistis atau tidak.

Tentu pertimbangannya bukan kepentingan politik pragmatis kelompok atau orang perorang (political interest), melainkan didasari kredibilitas dan kapabilitas calon-calon tersebut untuk dapat meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan kemajuan Provinsi Jawa Barat. Apalagi, tantangan ke depan sesuai dengan visi Jawa Barat yang sudah dicanangkan cukup berat.

Jadi, anggapan bahwa deklarasi Aliansi Papandayan terlalu dini sesungguhnya tidak beralasan dan mendasar. Aliansi Papandayan bukan cerminan dari sikap reaksioner, melainkan kesadaran akan tanggung jawab politik dan demokrasi secara substantif. Pergulatan pemikiran di antara partai politik yang tergabung terjadi melalui perdebatan diskusi panjang dan bukanlah sesuatu yang instan, apalagi direkayasa. PKPI, PSI, dan PDS sadar tidak mempunyai kuasa untuk mencalonkan. Namun, dalam konteks substansi demokrasi, sebagai bagian dari kelompok masyarakat mereka mempunyai hak sama seperti halnya partai besar. Yang membedakan, sesuai ketentuan perundang-undangan saat ini, tentunya adalah prosedur akan hak mencalonkan secara langsung.

Pengalaman dan teruji

Aliansi Papandayan mencoba mencermati dan mengkaji realitas yang berkembang di masyarakat sehingga sampai pada kesepakatan untuk mengusulkan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur pada pemilihan gubernur 2008. Aliansi Papandayan memandang juga bahwa latar belakang karier birokrat dan politisi senior yang mempunyai pengalaman dan teruji di lapangan diperlukan sehingga layak disandingkan untuk memimpin Jawa Barat ke depan.

Aliansi Papandayan memahami bahwa usulan ini bukan sesuatu yang final atau harga mati. Biarkan publik dan partai-partai politik yang berhak mencalonkan mencermati lebih lanjut. Kembali pada cita-cita reformasi dalam kerangka konsolidasi demokrasi, disyaratkan pula bahwa demokrasi substantif bukan sekadar demokrasi prosedural. Ruang publik pun mendapatkan tempat penting dalam setiap keputusan politik.

Ruang publik bisa mencerminkan kehendak dan kepentingan masyarakat luas. Jurgen Habermas mengatakan ruang publik politik sebagai kondisi-kondisi komunikasi yang memungkinkan warga negara membentuk opini dan kehendak bersama secara diskursif.

Akhirnya, semoga tulisan pendek ini dapat menjawab respons publik yang merasa kaget atau bertanya-tanya, permainan politik apa yang sedang dijalankan Aliansi Papandayan. Yakinlah Aliansi Papandayan hanya ingin memanfaatkan momentum pemilihan gubernur ini sebagai pembelajaran publik dan menjadikan politik sesuatu yang bernilai, bukan seperti penilaian selama ini bahwa politik itu kotor, dagang sapi, atau sesuatu yang berkonotasi negatif. Penulis masih percaya dengan ungkapan Aristoteles, “Politics is the science of the good for man, to be happiness”.

BUDIANA IRMAWAN Ketua Jaringan Kerja Solidaritas Kerakyatan (Jakasoka)

Dimuat KOMPAS 1 Mei 2007

Tinggalkan komentar